Sabtu, 10 April 2021

Hubungan Patrap Triloka KHD dengan Pengambilan Keputusan

Pembelajaran di era modern telah banyak memanfaatkan teknologi informasi. Namun di sisi lain, perubahan yang terjadi bukan saja berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi juga menyentuh pada perubahan dan pergeseran aspek nilai moral yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

Kerawanan akhir-akhir ini yang terjadi baik pada para pelajar maupun pada masyarakat umum yang banyak melakukan penyimpangan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai etika, moral bahkan sampai pada penyimpangan terhadap norma-norma agama. Media sosial yang semakin beragam dan gadget yang semakin mudah dijangkau dan tidak diiringi dengan pendidikan nilai luhur, teladan, serta pantauan dari orang sekitar dapat memperparah kondisi para remaja, khususnya para pelajar. Pada media sosial tidak jarang dijumpai kalimat atau kata-kata yang sejatinya tidak mencerminkan jati diri seorang yang berakhlak mulia.

Situasi di atas mengakibatkan munculnya berbagai macam persoalan pembelajaran pada diri murid maupun sebagian guru yang juga merupakan bagian dari masyarakat umum. Kondisi ini pada akhirnya guru tidak jarang dihadapkan pada masalah-masalah di sekolah yang mengandung unsur dilema etika dan bujukan moral. Hal ini membuat peran guru sangatlah sentral dalam proses pendidikan. 

Dalam hal ini, guru sebagai seorang pamong dapat menggunakan sistem among dalam pembelajaran untuk menyampaikan terkait dengan karakter bagi para muridnya. Selain itu integrasi pratap triloka yang merupakan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi sangat penting dalam konteks sekolah terutama dalam pengambilan keputusan bagi guru sebagai pemimpin pembelajaran.

Terdapat tiga unsur penting dalam Patrap Triloka, yaitu: (1) Ing ngarsa sung tulada (2) Ing madya mangun karsa (3) Tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo, berarti bahwa seorang pemimpin (guru) haruslah memberikan sauri tauladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya. Guru harus selesai dengan dirinya sendiri yang kemudian ini terefleksikan dalam keteladanan setiap mengambil keputusan terhadap murid-murid dan orang-orang disekitarnya. Inilah prinsip pertama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Keteladanan menjadi sebuah hal yang penting karena akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya terhadap dirinya.

Ing madya mangun karsa artinya guru (pemimpin) harus bisa bekerja sama dengan orang yang didiknya (murid). Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan terasa mudah atau ringan dan akan semakin mempererat hubungan antara guru dengan murid, namun tidak melanggar etika jalur pendidikan. Dengan menerapkan ing madya mangun karsa, guru diharapkan mampu menjadi rekan sekaligus sebagai pengganti orang tua murid, sehingga guru mampu mengetahui kebutuhan belajar murid. Salah satu kebutuhan belajar murid adalah keterampilan mengambil keputusan. Karena itu dengan ing madya mangun karsa guru dapat melakukan coaching terhadap para muridnya dalam mengambil keputusan termasuk keputusan yang mengandung unsur dilema etika yang dihadapi para murid. Dengan demikian potensi murid menjadi lebih berkembang sehingga mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat bagi dirinya.

Tut wuri handayani yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk maju dan berkembang. Memberikan ilmu-ilmu dan bekal-bekal yang akan menambah wawasan dan kepintaran murid, guru tidak akan rugi. Inilah fungsi seorang guru sebagai coach dan motivator, ia mampu mendorong kinerja murid untuk terus berkembang dan maju serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Pendidikan di dalam alam demokrasi saat ini adalah pendidikan yang bersifat individu dan sekaligus juga sosial, pendidikan bersifat individual karena memperhatikan aspek pribadi yang unik dengan segenap kemungkinannya. Sedangkan pendidikan bersifat sosial karena mengkaitkan pribadi dengan sesama manusia untuk hidup bermasyarkat. Dalam hal ini penting bagi guru untuk mampu mengambil keputusan yang tepat tentang pembelajaran berdiferensiasi serta terintegrasi pembelajaran sosial-emosional. Tentu tak semudah membalikan telapak tangan apalagi ketika dalam proses tersebut atau dalam konteks persekolahan lainnya dihadapkan pada dilema etika. 

Pengambilan keputusan adalah sebuah proses menentukan sebuah pilihan dari berbagai alternatif pilihan yang tersedia. Seorang guru terkadang dihadapkan pada suatu keadaan dimana ia harus menentukan pilihan (keputusan) dari berbagai alternatif yang ada. Proses ini terkadang amatlah rumit karena berdampak pada dirinya dan lingkungan sekolahnya. Belum lagi pertentangan nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya akan mempengaruhi prinsip-prinsip dalam mengambil suatu keputusan. Setiap orang dapat membuat keputusan, akan tetapi dampak keputusan yang ditimbulkan berbeda-beda. Ada yang sempit dan ada pula yang luas ruang lingkup yang terkena dampak atau pengaruh tersebut.

Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving) dan setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang hendak dicapai. Karena itu agar pengambilan keputusan efektif maka seorang guru selain berpegang pada nilai-nilai kebajikan yang tertanam pada diri, perlu menerapkan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai berikut :

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini

4. Pengujian benar atau salah

a. Uji Legal

b. Uji Regulasi/Standar Profesional

c. Uji Intuisi

d. Uji Halaman Depan Koran

e. Uji Panutan/Idola

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar

a. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

b. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

c. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

d. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

6. Melakukan Prinsip Resolusi

a. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

b. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

c. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

7. Investigasi Opsi Trilema

8. Buat Keputusan

9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Dalam dunia pendidikan di era modern saat ini, menuntut banyak sekali keputusan yang harus dibuat baik yang memiliki dampak yang luas maupun yang sempit. Terkadang dalam pengambilan keputusan tidak selalu lancar. Banyak permasalahan-permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Apalagi bila keputusan yang diambil terdapat konflik atau dapat menyebabkan konflik. Situasi konflik dapat terjadi bila kepentingan dua pengambil keputusan atau lebih saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi yang kompetitif. 

Walaupun kelihatannya sederhana, keputusan dalam situasi ada konflik sering kali dalam praktiknya menjadi sangat kompleks (ruwet). Misalnya, guru dihadapkan pada keadaan yang tidak pasti ditambah lagi adanya tindakan pihak lain yang bisa mempengaruhi hasil keputusan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan menjadi lebih banyak. Jadi pengambilan keputusan sering tidak sederhana.

Walaupun dalam kenyataannya, kita membuat keputusan setiap hari, jarang sekali kita merenungkan sejenak tentang bagaimana sebenarnya kita membuat keputusan. Tak seorang pun sempurna sebagai pengambil keputusan, akan tetapi kita menghendaki suatu sukses paling tidak untuk keputusan-keputusan paling penting. Pengambilan keputusan yang baik dapat dicapai melalui proses belajar dan latihan serta pengalaman yang cukup. Agar dapat memperbaiki kualitas pengambilan keputusan itu sendiri seorang guru harus secara terus-menerus mencari jalan untuk lebih bijaksana, rasional, sistematis dan terstruktur di dalam pengambilan keputusan. 

5 komentar: