Rabu, 14 Oktober 2020

SENI GRAFIS


Pengertian Seni Grafis

       Secara bahasa , kata grafis berakar dari kata latin graphicus yang berkaitan dengan lukisan, gambar atau tulisan, ataupun dari bahasa Yunani dari kata graphein yang  berarti menulis. Sedangkan dalam bahasa Inggris yaitu graphics yang artinya segala cara pengungkapan dan perwujudan dalam bentuk huruf,tanda, dan gambar yang diperbanyak melalui proses pencetakan guna disampaikan kepada khalayak. Pendapat lainnya bahwa seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses pembuatan karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Prosesnya mampu menciptakan salinan karya yang sama dalam jumlah banyak.

       Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni grafis adalah salah satu bidang seni rupa yang bergerak pada bidang percetakan, baik percetakan yang berupa teknik manual maupun yang sudah digital yang proses pembuatannya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Keuntungannya karya dapat dibuat dalam dalam jumlah yang banyak dengan hasil yang sama. Tiap salinan karya dikenal sebagai “impression”.

Sejarah Awal Grafis di Indonesia

       Bentuk grafis sebenarnya sudah muncul pada masa prasejarah, dengan ditemukannya gambar-gambar di Goa leang-leang Sulawesi yang berupa cap-cap tangan dengan warna-warni yang sangat matang. Namun pada saat itu, manusia prasejarah menjadikan kegiatan berekspresi sesaat, bukan untuk kepentingan seni seperti saat ini. Manusia prasejarah membuat cap-cap tangan menggunakan pewarna dari darah, bubuk tulang, hasil binatang buruan yang dicampur dengan tanah. Mereka menjadikan dinding goa sebagai bidang media untuk menyalurkan ekspresi mereka. Walau hasilnya masih sederhana, tetapi karya tersebut menjadikan bukti bahwa grafis sudah dikenal sejak zaman prasejarah.

       Pada awalnya seni grafis termasuk dalam seni murni (fine art) dalam bentuk dua dimensi karena berdasarkan fungsinya hanya untuk kepuasan bathin saja. Seni grafis memberikan ruang kebebasan berekspresi untuk para senimannya. Namun perkembangannya sampai dengan sekarang, grafis dapat diterapkan pada sebuah benda yang berfungsi sebagai seni terapan.

        Di zaman sekarang, grafis mempunyai fungsi yang multiguna, banyak dimanfaatkan untuk kepentingan dan kebutuhan manusia baik berupa benda fungsional atau benda-benda seni lainnya.

Karakteristik Seni Grafis

       Karya seni grafis memiliki karakteristik yang khas. Ada 4 karakteristik seni grafis diantaranya yaitu:

1.    Karya yang dihasilkan bisa lebih dari satu, karena karya dapat direproduksi

2.    Karya seni grafis merupakan hasil karya cetak bukan hasil karya goresan tangan

3.    Karya seni grafis ditentukan oleh proses/teknik cetak yang digunakan artinya setiap karya seni grafis memiliki karakter sesuai dengan tekniknya

4.    Karakter karya ditentukan oleh jenis media yang digunakan.

Cetakan dalam seni grafis dibuat dari permukaan sebuah bahan, yang umum digunakan adalah plat logam (tembaga atau seng) biasanya untuk etsa/engraving, kemudian batu untuk litografi, dan papan kayu untuk cukil kayu (woodcut) dan lain-lain. Tiap-tiap hasil cetakan biasanya dianggap sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah salinan. Karya-karya yang dicetak dari sebuah plat menjadikan sebuah edisi, pada masa seni rupa modern,masing-masing karya ditandatangani dan diberi nomor untuk menandai bahwa karya seni tersebut adalah edisi terbatas.

Media dalam seni grafis

      Seniman grafis berkarya menggunakan berbagai macam media dari yang tradisional sampai yang kontemporer. Diantara media yang digunakan ada tinta berbasis air, cat air, tinta berbasis minyak, pastel minyak, dan pigmen padat yang larut dalam air seperti crayon Caran D’Ache.  

       Kemudian diperlukan juga media dalam bentuk bahan dan alat yang digunakan dalam proses pembuatan suatu karya seni grafis. Media dalam seni grafis biasanya berbentuk cetakan yang dibuat dari permukaan sebuah bahan. Karya grafis dibuat di atas permukaaan yang biasa disebut dengan Plat.

Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan seni grafis antara lain sebagai berikut:

1.    Plat logam seperti: tembaga,seng untuk etsa

2.    Batu untuk litografi (lembaran linoleum)

3.    Papan kayu untuk woodcut/cukil kayu

4.    Lembaran kaca akrilik

Selain media seperti di atas, ada juga bahan yang dapat digunakan sebagai cetakan yang berasal dari bahan alami lainnya seperti kentang, wortel dan beberapa jenis bahan alami lainnya.Bahan tersebut dibentuk ada permukaan yang ditimbulkan sebagai bagian yang terkena tinta atau cat. Bahan ini termasuk cetak tinggi.

Teknik Seni Grafis

      Dalam proses cetak-mencetak ada beberapa prinsip dasar teknik mencetak. Prinsip dasar seni grafis berdasarkan pada perbedaan klisenya dikategorikan menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut:

1.    Cetak Tinggi/Timbul (relief print) disebut juga raised printing yang berarti cetak timbul yaitu cetakan yang memiliki permukaan yang timbul, permukaan tersebut merupakan sarana atau tempat yang akan diberi warna, klise dibuat tinggi rendah bagian yang tinggi akan terkena tinta, jadi bagian yang mempunyai permukaan yang tinggi akan dilumuri dengan tinta cetak dan rol karet, sehingga akan membentuk gambar yang sesuai dengan cetakannya.

Hasil cetak tinggi/timbul ada 3 macam yaitu:

a.    Cetakan positif artinya gambar berwarna tinta yang digunakan dengan dasar warna putih sebagai bidang cetak yang digunakan

b.    Cetakan negatif artinya gambar berwarna dasar bidang cetak warna putih dengan dasar tinta yang digunakan warna hitam

c.     Cetak kombinasi artinya kedua jenis cetakan tersebut hadir pada satu karya.

      

        Dalam relief print ada juga yang dinamakan dengan cukil kayu yaitu salah satu teknik cetak relief, yang merupakan teknik seni grafis paling awal, dan merupakan satu-satunya yang dipakai secara tr

2.    Cetak Datar

Cetak  Datar yaitu memiliki permukaan datar namun ada bagian yang menolak tinta dan ada bagian yang menerima tinta sebagai penghasil gambar.

Cetak datar merupakan jenis grafis yang cara memperbanyak hasilnya dengan memakai media cetakan yang memiliki permukaan datar atau rata.

3.    Cetak Tembus

Cetak Tembus (stencil print) yaitu cetakan yang memanfaatkan media kertas saring atau screen. Cetak tembus sering dinamakan cetak sablon. Warna akan keluar dari media screen yang sudah diafdruk berupa tulisan atau gambar yang akan dicetak pada permukaan kertas atau kain dan lain-lain.

       Cetak sablon atau serigrafi menciptakan warna padat dengan menggunakan teknik stensil. Mula-mula seniman menggambar berkas pada selembar kertas atau plastik (kadang-kadang dipakai juga film.) Gambar kemudian dilubangi untuk menciptakan stensil. (Bagian yang berlubang adalah bagian yang akan diwarnai.)

       Sebuah screen dibuat dari selembar kain (asalnya dulu menggunakan sutra) yang direntangkan pada rangka kayu. Selanjutnya stensil ditempelkan pada screen. Kemudian screen diletakkan di atas kertas kering atau kain.

       Tinta dituangkan di sisi dalam screen. Sebuah rakel dari karet digunakan untuk meratakan tinta melintasi screen, di atas stensil, dan menuju ke kertas atau kain. Screen diangkat ketika gambar sudah ditransfer ke kertas/kain.

       Tiap warna memerlukan stensil yang terpisah. Screen bisa dipakai lagi setelah dibersihkan.

4.    Cetak Dalam

       Cetak Dalam (Intaglio print) yaitu bagian yang dijadikan sebagai penghantar tinta adalah bagian yang dalam atau yang tenggelam dari permukaan dasar.    Cetak dalam merupakan kebalikan dari cetak tinggi. Disebut cetak dalam karena bagian yang dijadikan sebagai penghantar tinta adalah bagian yang dalam.

       Cetak dalam adalah jenis grafis yang cara pembuatannya memakai plat alumunium, lalu plat itu dibentuk memakai benda tajam supaya bisa menghasilkan goresan yang dalam. Kemudian goresan dalam plat alumunium diberi tinta dan di atasnya diletakan kertas yang telah basah. Tinta tersebut akan melekat pada kertas, sesuai dengan bentuk goresan yang ada pada plat alumunium.

5.    Etsa

       Etsa adalah bagian dari kelompok teknik intaglio bersama dengan engraving, drypoint, mezzotint dan aquatint. Proses ini diyakini bahwa penemunya adalah Daniel Hopfer (sekitar 1470-1536) dari Augsburg, Jerman, yang mendekorasi baju besinya dengan teknik ini. Etsa kemudian menjadi tandingan engraving sebagai medium seni grafis yang populer. Kelebihannya adalah, tidak seperti engraving yang memerlukan ketrampilan khusus dalam pertukangan logam, etsa relatif mudah dipelajari oleh seniman yang terbiasa menggambar.

       Hasil cetakan etsa umumnya bersifat linear dan seringkali memiliki detail dan kontur halus. Garis bervariasi dari halus sampai kasar. Teknik etsa berlawanan dengan teknik cukil kayu, pada etsa bagian permukaan tinggi bebas tinta, bagian permukaan rendah menahan tinta.

       Mula-mula selembar plat logam (biasanya tembaga, seng atau baja) ditutup dengan lapisan semacam lilin. Kemudian seniman menggores lapisan tersebut dengan jarum etsa yang runcing, sehingga bagian logamnya terbuka. Plat tersebut lalu dicelupkan dalam larutan asam atau larutan asam disapukan di atasnya. Asam akan mengikis bagian plat yang digores (bagian logam yang terbuka/tak terlapisi). Setelah itu, lapisan yang tersisa dibersihkan dari plat, dan proses pencetakan selanjutnya sama dengan proses pada engraving.

       Etsa atau Etchant, adalah proses dengan menggunakan larutan asam kuat untuk mengikis bagian permukaan logam yang tak terlindungi untuk menciptakan desain pada logam. Sebagai metode dalam seni grafis, Etsa merupakan teknik paling penting dalam sejarah karya seni grafis Barat (old master prints) dan masih tetap banyak digunakan sampai sekarang.

Sebagai contoh seperti gambar dibawah ini, dalam pembuatannya menggunakan teknit Etsa untuk menciptakan kedalaman pada bidang lekukan.

6.    Aquatint

       Aquatint Adalah variasi dari etsa. Seperti etsa, aquatint menggunakan asam untuk membuat gambar cetakan pada plat logam. Pada teknik etsa digunakan jarum untuk menciptakan garis yang akan menjadi warna tinta pekat, aquatint menggunakan serbuk resin yang tahan asam untuk menciptakan efek tonal.

Kebanyakan karya-karya grafis Fransisco Goya menggunakan teknik aquatint.

7.    Drypoint

       Drypoint Merupakan variasi dari engraving, dikerjakan dengan alat runcing, bukan dengan alat burin berbentuk "v". Sementara garis pada engraving sangat halus dan bertepi tajam, goresan drypoint meninggalkan kesan kasar pada tepi garis. Kesan ini memberi ciri kualitas garis yang lunak, dan kadang-kadang berkesan kabur, pada drypoint. Karena tekanan alat press dengan cepat merusak kesan tersebut, drypoint hanya berguna untuk jumlah edisi yang sangat kecil; sekitar sepuluh sampai duapuluh karya. Untuk mengatasi ini, penggunaan electro-plating (pelapisan secara elektrik dengan bahan logam lain) telah dilakukan sejak abad sembilanbelas untuk mengeraskan permukaan plat.

       Teknik ini kelihatannya ditemukan oleh seorang seniman Jerman selatan abad limabelas yang memiliki julukan Housebook Master, di mana semua karya-karyanya menggunakan drypoint. Di antara seniman old master print yang menggunakan teknik ini: Albrecht Dürer memproduksi 3 karya drypoint sebelum akhirnya berhenti menggunakannya; Rembrandt sering menggunakannya, tetapi biasanya digabungkan etsa dan engraving.

8.    Mezzotint

       Salah satu cara lain dalam teknik intaglio di mana plat logam terlebih dahulu dibuat kasar permukaannya secara merata; gambar dihasilkan dengan mengerok halus permukaan, menciptakan gambar yang dibuat dari gelap ke terang. Mungkin juga menciptakan gambar hanya dengan mengkasarkan bagian tertentu saja, bekerja dari warna terang ke gelap.

       Mezzotint dikenal karena kualitas tone-nya yang kaya: pertama, karena permukaan yang dikasarkan secara merata menahan banyak tinta, menghasilkan warna cetak yang solid; kedua, karena proses penghalusan tekstur dengan menggunakan burin, atau alat lain menghasilkan gradasi halus untuk mengembangkan tone.

       Metode mezzotint ditemukan oleh Ludwig von Siegen (1609-1680). Proses ini dipakai secara luas di Inggris mulai pertengahan abad delapanbelas, untuk mereproduksi foto dan lukisan.

9.    Litografi

       Litografi adalah teknik yang ditemukan pada tahun 1798 oleh Alois Senefelder dan didasari pada sifat kimiawi minyak dan air yang tak bisa bercampur. Digunakan permukaan berpori, biasanya sejenis batu yang disebut limestone/batu kapur; gambar dibuat pada permukaan batu dengan medium berminyak. Kemudian dilakukan pengasaman , untuk mentransfer minyak ke batu, sehingga gambar 'terbakar' pada permukaan. Lalu dilapisi gum arab, bahan yang larut air, menutupi permukaan batu yang tidak tertutupi medium gambar (yang berbasis minyak).

       Batu lantas dibasahi, air akan berada pada bagian permukaan yang tidak tertutup medium gambar berbasis minyak tadi; selanjutnya batu di-roll dengan tinta berbasis minyak ke seluruh permukaan; karena air menolak sifat minyak pada tinta maka tinta hanya menempel pada bagian gambar yang berminyak. Kemudian selembar kertas lembap diletakkan pada permukaan, image/gambar ditransfer ke kertas dengan menggunakan alat press.

       Teknik litografi dikenal dengan kemampuannya menangkap gradasi halus dan detail yang sangat kecil.

Variasi dari teknik ini adalah foto-litografi, di mana gambar ditangkap lewat proses fotografis pada plat logam; kemudian pencetakan dilakukan dengan cara yang sama.


10.  Cetak Digital

       Cetak Digital biasanya menggunakan peralatan seperti kamera foto, komputer, tablet dan lain-lain. Hasil dari cetak digital biasanya menggunakan bahan yang bervariasi seperti pada kertas, kain atau kanvas plastik.

Cetak digital merujuk pada image/citra yang diciptakan dengan komputer menggunakan gambar, teknik cetak lain, foto, light pen serta tablet, dan sebagainya. Citra tersebut bisa dicetak pada bahan yang bervariasi termasuk pada kertas, kain atau kanvas plastik.

       Reproduksi warna yang akurat merupakan kunci yang membedakan antara digital print berkualitas tinggi dengan yang berkualitas rendah. Warna metalik (emas, perak) sulit untuk direproduksi secara akurat karena akan memantul-balikkan sinar pada scanner digital. Cetak digital berkualitas tinggi biasanya direproduksi dengan menggunakan file data ber-resolusi sangat tinggi dengan printer ber-presisi tinggi.

       Cetak digital bisa dicetak pada kertas printer desktop standar dan kemudian ditransfer ke art paper tradisional (misalnya, Velin Arch atau Stonehenge 200gsm). Salah satu cara mentransfer berkas adalah dengan meletakkan hasil cetakan menghadap permukaan, art paper kemudian diolesi dengan Wintergreen oil di belakang cetakan, kemudian dipress.                                          

Warna dalam Seni Grafis

       Pewarnaan dalam seni grafis banyak cara yang dipakai. Seringkali pewarnaan dalam etsa,cetak saring, dan cukil kayu yang diterapkan dengan menggunakan plat, papan atau screen yang terpisah atau dengan menggunakan pendekatan reduksionis. Teknik pewarnaan multi-plat terdapat sejumlah plat, screem atau papan yang masing-masing menghasilkan warna yang berbeda, kemudian diterapkan pada tahap tertentu untuk menghasilkan keseluruhan gambar. Rata-rata plat yang digunakan 3-7 plat untuk menghasilkan warna-warni yang berbeda. Penggunaan warna yang pertama digunakan adalah warna yang cerah atau muda sampai warna yang terakhir menggunakan warna yang gelap.

        Tiap penerapan warna akan berinteraksi dengan warna lain yang telah diterapkan pada kertas, jadi sebelumnya perlu dipikirkan pemisahan warna. Biasanya warna yang paling terang diterapkan lebih dulu kemudian ke warna yang lebih gelap.

        Pendekatan reduksionis untuk menghasilkan warna dimulai dengan papan kayu atau lino yang kosong atau dengan goresan sederhana. Kemudian seniman mencukilnya lebih lanjut, memberi warna lain dan mencetaknya lagi. Bagian lino atau kayu yang dicukil akan mengekspos (tidak menimpa) warna yang telah tercetak sebelumnya.

     Pada teknik grafis seperti chine-collé atau monotype, pegrafis kadang-kadang hanya mengecat warna seperti pelukis kemudian dicetak.

      Konsep warna subtraktif yang juga digunakan dalam cetak offset atau cetak digital, di dalam software vektorial misalnya Macromedia Freehand, CorelDraw atau Adobe Ilustrator atau bitmap ditampilkan dalam CMYK atau ruang warna lain.

Seniman Grafis Indonesia

1.    Firman Lie

    Selain sebagai seorang seniman grafis, Firman Lie juga seorang dosen pengajar di Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan juga di Universitas Bina Nusantara. Lahir dikota Jambi, menekuni dunia grafis sejak masih duduk dibangku perkuliahan. Awalnya dia mengira bahwa seni grafis hanya bergelut dengan percetakan, namun setelah mengikuti beberapa pameran, ia sadar bahwa potensi grafika sebagai seni murni jauh lebih menarik daripada komersialisasi.

      Sampai saat ini, ia sering melakukan pameran tunggal seni grafis, dan juga pameran bersama. Sudah puluhan kali ia berpameran, sehingga karyanya dikenal oleh kalangan seniman, dan masyarakat pada umumnya.

2.    Suromo DS

       Suromo lahir pada tahun 1919, termasuk pelukis yang tumbuh lewat pemasakan ide-ide Persagi untuk mengungkapkan realitas kehidupan sosial dengan cara yang impresif. Lukisan dengan tema-tema sekitar kehidupan sehari-hari dan perjuangan kemerdekaan memang banyak dibuat untuk karya grafisnya. Beberpa contoh judul yang dibuatnya yaitu: “pasar”, “penghadang gerilya”, dan “pertempuran gerilya”.

        Pada karya yang berjudul”pasar’ Suromo benar-benar menunjukkan kemampuan teknik cukilan kayu yang mendekati engraving. Lebih jauh lagi perspektif , pencahayaan, dan detail bentuk-bentuknya telah mencapai keunggulan, sehingga karya seni grafis yang realistik ini terasa hidup. Suromo meninggal dunia pada tahun 2003, dengan meninggalkan karya-karya besarnya.

3.    Kaboel Suadi

       Lahir di Cirebon, 7 November 1935 – meninggal di Bandung, 27 September 2010 pada umur 74 tahun), adalah seorang pelukis dan seniman grafis Indonesia. Pada 1964 Kaboel mulai menempuh pendidikannya di Jurusan Arsitektur dan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Pada 1969 ia mendapat kesempatan untuk memperdalam seni grafis di Hochschule für bildende Künste di Berlin Barat Kaboel mengajar di Institut Teknologi Bandung, dan pensiun pada 2000. Pada 1990 ia memperoleh kesempatan mengajar di Hochschule für bildende Künste (HBK) Braunschweig. Setelah pensiun dari ITB, sejak tahun 2000 ia mengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain di Universitas Trisakti, Jakarta.

Beberapa karyanya yang layak dicatat adalah:

·       Monumen Perjuangan Rakyat di Indramayu

·       Patung Mahkamah Agung RI pertama di Gedung Mahkamah Agung

·       Patung Menteri Kehakiman Pertama RI di Gedung Kehakiman

·       12 Patung Pahlawan Nasional di Graha Pemuda, Senayan, Jakarta

·       Display Vitrin di Museum Artha Suaka, Bank Indonesia

·       Patung di Museum Bank Rakyat Indonesia, Purwokerto

·       Display Museum Negeri Jawa Barat

·       Mural di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta

·       Mural Gedung Djarum, Kudus

·       Replika Kereta Paksi Naga Liman untuk Expo Vancouver, Kanada

·       Piala Sporta (Anugerah Insan Terbaik Olahraga Indonesia)

·       Buku Sketsa Berlin Barat

       Selain itu ia juga pernah berpameran lukisan dan grafis di Indonesia, serta di berbagai kota di mancanegara seperti di Tokyo, Osaka, New Delhi, Bangkok, Pusan, Paris, Amsterdam, New York, Berlin, Braunschweig, dan lain-lain.

Bedanya  seni grafis dan desain grafis.

       Seni grafis itu ada di tataran seni murni, sedangkan desain grafis itu ada di tataran yang berbeda. seni grafis adalah seni murni seperti seni lukis, dan lain-lain, tapi mediumnya adalah alat-alat grafika / percetakan. Biasanya para seniman seni grafis ini sekolahnya di jurusan seni murni, tapi mendalami grafika, mereka mengeksplorasi berbagai teknik cetak, dari cetak tinggi, mencetak menggunakan cetakan cukil kayu, dan lain-lain, dan hasilnya dipamerkan selayaknya pameran lukisan.

       Sebagaimana layaknya seni murni, sang seniman / karyanya itulah yang menjadi subjek / pusat seni tersebut, lalu audience yang harus mendatangi mereka, masuk untuk menyaksikan karya-karya tersebut. Riset yang dilakukan seniman bukan riset audience, tetapi riset terhadap objek yang mau dilukisnya. Seniman langsung berhadapan dengan audience, dia bukan ‘komunikator’ bagi pihak lain melainkan bagi dirinya sendiri.

       Berbeda dengan desain grafis, yang menjadi subjek adalah audience, karena itu riset audience merupakan yang utama bagi desainer grafis. Desainer grafis yang mendatangi audience dan melayani mereka, bukan sebaliknya. Desainer grafis biasanya berada di posisi jembatan penghubung antara pemilik produk / perusahaan dan masyarakat /audience. jadi dia adalah ‘komunikator’.

Sumber : Modul Seni Budaya Kelas IX Sem 2 Edisi Revisi Tahun 2018