Pengertian
Seni Grafis
Secara bahasa , kata grafis berakar dari kata latin graphicus yang berkaitan
dengan lukisan, gambar atau tulisan, ataupun dari bahasa Yunani dari kata graphein yang berarti menulis. Sedangkan dalam bahasa
Inggris yaitu graphics yang artinya
segala cara pengungkapan dan perwujudan dalam bentuk huruf,tanda, dan gambar yang
diperbanyak melalui proses pencetakan guna disampaikan kepada khalayak.
Pendapat lainnya bahwa seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses
pembuatan karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Prosesnya
mampu menciptakan salinan karya yang sama dalam jumlah banyak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni grafis adalah salah satu
bidang seni rupa yang bergerak pada bidang percetakan, baik percetakan yang
berupa teknik manual maupun yang sudah digital yang proses pembuatannya
menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Keuntungannya karya dapat
dibuat dalam dalam jumlah yang banyak dengan hasil yang sama. Tiap salinan
karya dikenal sebagai “impression”.
Sejarah Awal Grafis di Indonesia
Bentuk grafis sebenarnya sudah muncul pada masa prasejarah, dengan
ditemukannya gambar-gambar di Goa leang-leang Sulawesi yang berupa cap-cap
tangan dengan warna-warni yang sangat matang. Namun pada saat itu, manusia
prasejarah menjadikan kegiatan berekspresi sesaat, bukan untuk kepentingan seni
seperti saat ini. Manusia prasejarah membuat cap-cap tangan menggunakan pewarna
dari darah, bubuk tulang, hasil binatang buruan yang dicampur dengan tanah.
Mereka menjadikan dinding goa sebagai bidang media untuk menyalurkan ekspresi
mereka. Walau hasilnya masih sederhana, tetapi karya tersebut menjadikan bukti
bahwa grafis sudah dikenal sejak zaman prasejarah.
Pada awalnya seni grafis termasuk dalam seni murni (fine art) dalam bentuk dua dimensi karena berdasarkan fungsinya
hanya untuk kepuasan bathin saja. Seni grafis memberikan ruang kebebasan berekspresi
untuk para senimannya. Namun perkembangannya sampai dengan sekarang, grafis
dapat diterapkan pada sebuah benda yang berfungsi sebagai seni terapan.
Di zaman sekarang, grafis mempunyai fungsi yang multiguna, banyak
dimanfaatkan untuk kepentingan dan kebutuhan manusia baik berupa benda
fungsional atau benda-benda seni lainnya.
Karakteristik
Seni Grafis
Karya seni grafis memiliki karakteristik yang khas. Ada 4 karakteristik
seni grafis diantaranya yaitu:
1.
Karya
yang dihasilkan bisa lebih dari satu, karena karya dapat direproduksi
2.
Karya
seni grafis merupakan hasil karya cetak bukan hasil karya goresan tangan
3.
Karya
seni grafis ditentukan oleh proses/teknik cetak yang digunakan artinya setiap
karya seni grafis memiliki karakter sesuai dengan tekniknya
4.
Karakter
karya ditentukan oleh jenis media yang digunakan.
Cetakan dalam seni grafis dibuat dari permukaan sebuah
bahan, yang umum digunakan adalah plat logam (tembaga atau seng) biasanya untuk
etsa/engraving, kemudian batu untuk litografi, dan papan kayu untuk cukil kayu
(woodcut) dan lain-lain. Tiap-tiap hasil cetakan biasanya dianggap sebagai
karya seni orisinil, bukan sebuah salinan. Karya-karya yang dicetak dari sebuah
plat menjadikan sebuah edisi, pada masa seni rupa modern,masing-masing karya
ditandatangani dan diberi nomor untuk menandai bahwa karya seni tersebut adalah
edisi terbatas.
Media
dalam seni grafis
Seniman grafis berkarya menggunakan berbagai macam media dari yang
tradisional sampai yang kontemporer. Diantara media yang digunakan ada tinta
berbasis air, cat air, tinta berbasis minyak, pastel minyak, dan pigmen padat
yang larut dalam air seperti crayon Caran D’Ache.
Kemudian diperlukan juga media dalam bentuk bahan dan alat yang
digunakan dalam proses pembuatan suatu karya seni grafis. Media dalam seni
grafis biasanya berbentuk cetakan yang dibuat dari permukaan sebuah bahan. Karya
grafis dibuat di atas permukaaan yang biasa disebut dengan Plat.
Bahan-bahan yang umum digunakan dalam
pembuatan seni grafis antara lain sebagai berikut:
1.
Plat
logam seperti: tembaga,seng untuk etsa
2.
Batu
untuk litografi (lembaran linoleum)
3.
Papan
kayu untuk woodcut/cukil kayu
4.
Lembaran
kaca akrilik
Selain
media seperti di atas, ada juga bahan yang dapat digunakan sebagai cetakan yang
berasal dari bahan alami lainnya seperti kentang, wortel dan beberapa jenis bahan
alami lainnya.Bahan tersebut dibentuk ada permukaan yang ditimbulkan sebagai
bagian yang terkena tinta atau cat. Bahan ini termasuk cetak tinggi.
Teknik
Seni Grafis
Dalam proses cetak-mencetak ada beberapa prinsip dasar teknik mencetak.
Prinsip dasar seni grafis berdasarkan pada perbedaan klisenya dikategorikan menjadi beberapa macam yaitu sebagai
berikut:
1.
Cetak Tinggi/Timbul (relief
print) disebut
juga raised printing yang berarti cetak timbul yaitu cetakan yang memiliki
permukaan yang timbul, permukaan tersebut merupakan sarana atau tempat yang
akan diberi warna, klise dibuat tinggi rendah bagian yang tinggi akan terkena
tinta, jadi bagian yang mempunyai permukaan yang tinggi akan dilumuri dengan
tinta cetak dan rol karet, sehingga akan membentuk gambar yang sesuai dengan
cetakannya.
Hasil
cetak tinggi/timbul ada 3 macam yaitu:
a.
Cetakan
positif artinya gambar berwarna tinta yang digunakan dengan dasar warna putih
sebagai bidang cetak yang digunakan
b.
Cetakan
negatif artinya gambar berwarna dasar bidang cetak warna putih dengan dasar
tinta yang digunakan warna hitam
c.
Cetak
kombinasi artinya kedua jenis cetakan tersebut hadir pada satu karya.
Dalam relief print ada juga yang dinamakan dengan cukil kayu yaitu salah
satu teknik cetak relief, yang merupakan
teknik seni grafis paling awal, dan merupakan satu-satunya yang dipakai secara
tr
2. Cetak
Datar
Cetak Datar yaitu memiliki permukaan datar namun
ada bagian yang menolak tinta dan ada bagian yang menerima tinta sebagai penghasil
gambar.
Cetak
datar merupakan jenis grafis yang cara memperbanyak hasilnya dengan memakai
media cetakan yang memiliki permukaan datar atau rata.
3. Cetak
Tembus
Cetak
Tembus (stencil print) yaitu cetakan yang memanfaatkan media kertas saring atau
screen. Cetak tembus sering dinamakan cetak sablon. Warna akan keluar dari
media screen yang sudah diafdruk berupa tulisan atau gambar yang akan dicetak
pada permukaan kertas atau kain dan lain-lain.
Cetak
sablon atau serigrafi menciptakan warna padat dengan menggunakan teknik stensil. Mula-mula
seniman menggambar berkas pada selembar kertas atau plastik (kadang-kadang
dipakai juga film.) Gambar kemudian dilubangi untuk menciptakan stensil. (Bagian
yang berlubang adalah bagian yang akan diwarnai.)
Sebuah screen dibuat dari selembar kain (asalnya dulu menggunakan
sutra) yang direntangkan pada rangka kayu. Selanjutnya stensil ditempelkan pada
screen. Kemudian screen diletakkan di atas kertas kering atau kain.
Tinta
dituangkan di sisi dalam screen. Sebuah rakel dari karet digunakan untuk meratakan tinta melintasi
screen, di atas stensil, dan menuju ke kertas atau kain. Screen diangkat ketika
gambar sudah ditransfer ke kertas/kain.
Tiap warna memerlukan stensil
yang terpisah. Screen bisa dipakai lagi setelah dibersihkan.
4. Cetak
Dalam
Cetak Dalam (Intaglio print) yaitu
bagian yang dijadikan sebagai penghantar tinta adalah bagian yang dalam atau
yang tenggelam dari permukaan dasar. Cetak
dalam merupakan kebalikan dari cetak tinggi. Disebut cetak dalam karena bagian
yang dijadikan sebagai penghantar tinta adalah bagian yang dalam.
Cetak dalam adalah jenis grafis yang
cara pembuatannya memakai plat alumunium, lalu plat itu dibentuk memakai benda
tajam supaya bisa menghasilkan goresan yang dalam. Kemudian goresan dalam plat
alumunium diberi tinta dan di atasnya diletakan kertas yang telah basah. Tinta
tersebut akan melekat pada kertas, sesuai dengan bentuk goresan yang ada pada
plat alumunium.
5. Etsa
Etsa adalah bagian dari kelompok teknik intaglio bersama
dengan engraving, drypoint, mezzotint dan aquatint. Proses ini diyakini bahwa penemunya adalah Daniel Hopfer (sekitar 1470-1536) dari Augsburg, Jerman, yang
mendekorasi baju besinya dengan teknik ini. Etsa kemudian menjadi tandingan
engraving sebagai medium seni grafis yang populer. Kelebihannya adalah, tidak
seperti engraving yang memerlukan ketrampilan khusus dalam pertukangan logam,
etsa relatif mudah dipelajari oleh seniman yang terbiasa menggambar.
Hasil cetakan etsa umumnya bersifat
linear dan seringkali memiliki detail dan kontur halus. Garis bervariasi dari halus sampai kasar. Teknik etsa
berlawanan dengan teknik cukil kayu, pada etsa bagian permukaan tinggi bebas
tinta, bagian permukaan rendah menahan tinta.
Mula-mula selembar plat logam (biasanya
tembaga, seng atau baja) ditutup dengan lapisan semacam lilin. Kemudian seniman
menggores lapisan tersebut dengan jarum etsa yang runcing, sehingga bagian
logamnya terbuka. Plat tersebut lalu dicelupkan dalam larutan asam atau larutan
asam disapukan di atasnya. Asam akan mengikis bagian plat yang digores (bagian
logam yang terbuka/tak terlapisi). Setelah itu, lapisan yang tersisa
dibersihkan dari plat, dan proses pencetakan selanjutnya sama dengan proses
pada engraving.
Etsa atau Etchant, adalah proses dengan menggunakan
larutan asam kuat untuk mengikis bagian permukaan logam yang tak terlindungi
untuk menciptakan desain pada logam. Sebagai metode dalam seni grafis, Etsa
merupakan teknik paling penting dalam sejarah karya seni grafis Barat (old
master prints) dan masih tetap banyak digunakan sampai sekarang.
Sebagai contoh seperti gambar dibawah ini, dalam
pembuatannya menggunakan teknit Etsa untuk menciptakan kedalaman pada bidang
lekukan.
6. Aquatint
Aquatint Adalah
variasi dari etsa. Seperti etsa, aquatint menggunakan asam untuk membuat gambar
cetakan pada plat logam. Pada teknik etsa digunakan jarum untuk menciptakan
garis yang akan menjadi warna tinta pekat, aquatint menggunakan serbuk resin
yang tahan asam untuk menciptakan efek tonal.
Kebanyakan karya-karya grafis Fransisco Goya menggunakan
teknik aquatint.
7. Drypoint
Drypoint Merupakan variasi dari engraving, dikerjakan dengan
alat runcing, bukan dengan alat burin berbentuk "v". Sementara garis pada
engraving sangat halus dan bertepi tajam, goresan drypoint meninggalkan kesan
kasar pada tepi garis. Kesan ini memberi ciri kualitas garis yang lunak, dan
kadang-kadang berkesan kabur, pada drypoint. Karena tekanan alat press dengan
cepat merusak kesan tersebut, drypoint hanya berguna untuk jumlah edisi yang
sangat kecil; sekitar sepuluh sampai duapuluh karya. Untuk mengatasi ini,
penggunaan electro-plating (pelapisan secara elektrik dengan bahan logam lain)
telah dilakukan sejak abad sembilanbelas untuk mengeraskan permukaan plat.
Teknik
ini kelihatannya ditemukan oleh seorang seniman Jerman selatan abad limabelas
yang memiliki julukan Housebook
Master, di mana
semua karya-karyanya menggunakan drypoint. Di antara seniman old master
print yang menggunakan teknik ini: Albrecht Dürer memproduksi 3 karya
drypoint sebelum akhirnya berhenti menggunakannya; Rembrandt sering
menggunakannya, tetapi biasanya digabungkan etsa dan engraving.
8. Mezzotint
Salah
satu cara lain dalam teknik intaglio di mana
plat logam terlebih dahulu dibuat kasar permukaannya secara merata; gambar
dihasilkan dengan mengerok halus permukaan, menciptakan gambar yang dibuat dari
gelap ke terang. Mungkin juga menciptakan gambar hanya dengan mengkasarkan
bagian tertentu saja, bekerja dari warna terang ke gelap.
Mezzotint
dikenal karena kualitas tone-nya yang kaya: pertama, karena permukaan yang
dikasarkan secara merata menahan banyak tinta, menghasilkan warna cetak yang
solid; kedua, karena proses penghalusan tekstur dengan menggunakan burin, atau
alat lain menghasilkan gradasi halus untuk mengembangkan tone.
Metode
mezzotint ditemukan oleh Ludwig von
Siegen
(1609-1680). Proses ini dipakai secara luas di Inggris mulai pertengahan abad
delapanbelas, untuk mereproduksi foto dan lukisan.
9. Litografi
Litografi adalah
teknik yang ditemukan pada tahun 1798 oleh Alois
Senefelder dan
didasari pada sifat kimiawi minyak dan air yang tak bisa bercampur. Digunakan
permukaan berpori, biasanya sejenis batu yang disebut limestone/batu kapur;
gambar dibuat pada permukaan batu dengan medium berminyak. Kemudian dilakukan
pengasaman , untuk mentransfer minyak ke batu, sehingga gambar 'terbakar' pada
permukaan. Lalu dilapisi gum arab, bahan yang larut air, menutupi permukaan
batu yang tidak tertutupi medium gambar (yang berbasis minyak).
Batu
lantas dibasahi, air akan berada pada bagian permukaan yang tidak tertutup
medium gambar berbasis minyak tadi; selanjutnya batu di-roll dengan tinta
berbasis minyak ke seluruh permukaan; karena air menolak sifat minyak pada
tinta maka tinta hanya menempel pada bagian gambar yang berminyak. Kemudian
selembar kertas lembap diletakkan pada permukaan, image/gambar ditransfer ke
kertas dengan menggunakan alat press.
Teknik
litografi dikenal dengan kemampuannya menangkap gradasi halus dan
detail yang sangat kecil.
Variasi dari teknik ini adalah foto-litografi, di mana
gambar ditangkap lewat proses fotografis pada plat logam; kemudian pencetakan dilakukan dengan cara yang sama.
10. Cetak
Digital
Cetak Digital biasanya menggunakan
peralatan seperti kamera foto, komputer, tablet dan lain-lain. Hasil dari cetak
digital biasanya menggunakan bahan yang bervariasi seperti pada kertas, kain
atau kanvas plastik.
Cetak digital merujuk pada image/citra yang
diciptakan dengan komputer menggunakan gambar, teknik cetak lain, foto, light
pen serta tablet, dan sebagainya. Citra tersebut bisa dicetak pada
bahan yang bervariasi termasuk pada kertas, kain atau kanvas plastik.
Reproduksi
warna yang akurat merupakan kunci yang membedakan antara digital print
berkualitas tinggi dengan yang berkualitas rendah. Warna metalik (emas, perak)
sulit untuk direproduksi secara akurat karena akan memantul-balikkan sinar pada
scanner digital. Cetak digital berkualitas tinggi biasanya direproduksi dengan
menggunakan file data ber-resolusi sangat tinggi dengan printer ber-presisi
tinggi.
Cetak
digital bisa dicetak pada kertas printer desktop standar dan kemudian
ditransfer ke art paper tradisional (misalnya, Velin Arch atau
Stonehenge 200gsm). Salah satu cara mentransfer berkas adalah dengan meletakkan
hasil cetakan menghadap permukaan, art paper kemudian diolesi dengan Wintergreen
oil di belakang cetakan, kemudian dipress.
Warna
dalam Seni Grafis
Pewarnaan dalam seni grafis banyak cara yang dipakai. Seringkali
pewarnaan dalam etsa,cetak saring, dan cukil kayu yang diterapkan dengan
menggunakan plat, papan atau screen yang terpisah atau dengan menggunakan
pendekatan reduksionis. Teknik pewarnaan multi-plat terdapat sejumlah plat,
screem atau papan yang masing-masing menghasilkan warna yang berbeda, kemudian
diterapkan pada tahap tertentu untuk menghasilkan keseluruhan gambar. Rata-rata
plat yang digunakan 3-7 plat untuk menghasilkan warna-warni yang berbeda.
Penggunaan warna yang pertama digunakan adalah warna yang cerah atau muda
sampai warna yang terakhir menggunakan warna yang gelap.
Tiap
penerapan warna akan berinteraksi dengan warna lain yang telah diterapkan pada
kertas, jadi sebelumnya perlu dipikirkan pemisahan warna. Biasanya warna yang
paling terang diterapkan lebih dulu kemudian ke warna yang lebih gelap.
Pendekatan
reduksionis untuk menghasilkan warna dimulai dengan papan kayu atau lino yang kosong
atau dengan goresan sederhana. Kemudian seniman mencukilnya lebih lanjut,
memberi warna lain dan mencetaknya lagi. Bagian lino atau kayu yang dicukil
akan mengekspos (tidak menimpa) warna yang telah tercetak sebelumnya.
Pada
teknik grafis seperti chine-collé atau monotype, pegrafis
kadang-kadang hanya mengecat warna seperti pelukis kemudian dicetak.
Konsep warna
subtraktif yang juga
digunakan dalam cetak offset atau cetak digital, di dalam software vektorial misalnya
Macromedia Freehand, CorelDraw atau Adobe Ilustrator atau bitmap ditampilkan
dalam CMYK atau ruang warna lain.
Seniman
Grafis Indonesia
1. Firman
Lie
Selain sebagai
seorang seniman grafis, Firman Lie juga seorang dosen pengajar di Fakultas Seni
Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan juga di Universitas Bina Nusantara.
Lahir dikota Jambi, menekuni dunia grafis sejak masih duduk dibangku
perkuliahan. Awalnya dia mengira bahwa seni grafis hanya bergelut dengan
percetakan, namun setelah mengikuti beberapa pameran, ia sadar bahwa potensi
grafika sebagai seni murni jauh lebih menarik daripada komersialisasi.
Sampai saat ini, ia sering melakukan
pameran tunggal seni grafis, dan juga pameran bersama. Sudah puluhan kali ia
berpameran, sehingga karyanya dikenal oleh kalangan seniman, dan masyarakat
pada umumnya.
2. Suromo
DS
Suromo lahir pada tahun 1919, termasuk pelukis yang tumbuh lewat pemasakan
ide-ide Persagi untuk mengungkapkan realitas kehidupan sosial dengan cara yang
impresif. Lukisan dengan tema-tema sekitar kehidupan sehari-hari dan perjuangan
kemerdekaan memang banyak dibuat untuk karya grafisnya. Beberpa contoh judul
yang dibuatnya yaitu: “pasar”, “penghadang gerilya”, dan “pertempuran gerilya”.
Pada karya yang berjudul”pasar’ Suromo benar-benar menunjukkan kemampuan
teknik cukilan kayu yang mendekati engraving.
Lebih jauh lagi perspektif , pencahayaan, dan detail bentuk-bentuknya telah
mencapai keunggulan, sehingga karya seni grafis yang realistik ini terasa
hidup. Suromo meninggal dunia pada tahun 2003, dengan meninggalkan karya-karya
besarnya.
3. Kaboel
Suadi
Lahir di Cirebon, 7 November 1935 – meninggal di Bandung, 27 September 2010 pada umur 74 tahun), adalah seorang pelukis dan seniman grafis Indonesia. Pada 1964 Kaboel mulai menempuh pendidikannya di Jurusan Arsitektur
dan Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung.
Pada 1969 ia mendapat kesempatan untuk
memperdalam seni grafis di Hochschule für bildende Künste di Berlin Barat Kaboel mengajar di Institut
Teknologi Bandung, dan pensiun pada 2000. Pada 1990 ia memperoleh kesempatan mengajar di Hochschule für
bildende Künste (HBK) Braunschweig. Setelah pensiun dari ITB,
sejak tahun 2000 ia mengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain di Universitas
Trisakti,
Jakarta.
Beberapa
karyanya yang layak dicatat adalah:
·
Monumen
Perjuangan Rakyat di Indramayu
·
Patung
Mahkamah Agung RI pertama di Gedung Mahkamah Agung
·
Patung
Menteri Kehakiman Pertama RI di Gedung Kehakiman
·
12 Patung
Pahlawan Nasional di Graha Pemuda, Senayan, Jakarta
·
Display
Vitrin di Museum Artha
Suaka, Bank Indonesia
·
Patung di Museum Bank Rakyat Indonesia, Purwokerto
·
Display Museum Negeri Jawa Barat
·
Mural di
Lapangan Tembak Senayan, Jakarta
·
Mural Gedung
Djarum, Kudus
·
Replika
Kereta Paksi Naga Liman untuk Expo Vancouver, Kanada
·
Piala Sporta
(Anugerah Insan Terbaik Olahraga Indonesia)
·
Buku Sketsa
Berlin Barat
Selain itu ia juga pernah berpameran
lukisan dan grafis di Indonesia, serta di berbagai kota di mancanegara seperti
di Tokyo, Osaka, New Delhi, Bangkok, Pusan, Paris, Amsterdam, New York, Berlin, Braunschweig, dan lain-lain.
Bedanya
seni grafis dan desain grafis.
Seni
grafis itu ada di tataran seni murni, sedangkan desain grafis itu ada di
tataran yang berbeda. seni grafis adalah seni murni seperti seni lukis, dan
lain-lain, tapi mediumnya adalah alat-alat grafika / percetakan. Biasanya para
seniman seni grafis ini sekolahnya di jurusan seni murni, tapi mendalami
grafika, mereka mengeksplorasi berbagai teknik cetak, dari cetak tinggi,
mencetak menggunakan cetakan cukil kayu, dan lain-lain, dan hasilnya dipamerkan
selayaknya pameran lukisan.
Sebagaimana
layaknya seni murni, sang seniman / karyanya itulah yang menjadi subjek / pusat
seni tersebut, lalu audience yang harus mendatangi mereka, masuk untuk
menyaksikan karya-karya tersebut. Riset yang dilakukan seniman bukan riset
audience, tetapi riset terhadap objek yang mau dilukisnya. Seniman langsung
berhadapan dengan audience, dia bukan ‘komunikator’ bagi pihak lain melainkan
bagi dirinya sendiri.
Berbeda
dengan desain grafis, yang menjadi subjek adalah audience, karena itu riset
audience merupakan yang utama bagi desainer grafis. Desainer grafis yang
mendatangi audience dan melayani mereka, bukan sebaliknya. Desainer grafis
biasanya berada di posisi jembatan penghubung antara pemilik produk /
perusahaan dan masyarakat /audience. jadi dia adalah ‘komunikator’.
Sumber : Modul Seni Budaya Kelas IX Sem 2 Edisi Revisi Tahun 2018